Setelah Lama Tidak Pernah Memotret Bulutangkis
Bulutangkis sebagai salah satu olahraga populer di Indonesia selalu menjadi magnet ketika ada turnamen besar diselenggarakan. Indonesia Open tahun 2013 kali ini "naik kelas" menjadi turnamen Super Series Premier. Entah harus berterima kasih atau tidak yag pasti berkat gelontoran duit tembakau turnamen ini makin semarak dan menyuguhkan hiburan di sela pertandingan.
Lensa autofokus 50mm f/1.4, 16-35mm f/2.8 dan 70-200mm f/2.8 jadi "alat perang saya dalam bertarung selama 5 hari memotret turnamen tersebut.
Saya pribadi sangat nyaman dengan penggunaan lensa 50mm ketika harus memotret nomor ganda. Karena dari sisi lapangan di mana posisi fotografer hanya berjarak maksimal 1-2 meter dari atlet apabila di nomor ganda, penggunaan lensa lebar 16-35mm seringkali menyisakan ruang kosong di tengah terlalu jauh atau foto terpaksa harus di crop agar tidak menyisakan ruang kosong terlalu banyak.
Pencahayaan yang cukup baik di turnamen sekelas ini membuat saya bisa memotret dengan kecepatan cukup tinggi hingga maksimal 1/1000.
Satu lagi keuntungannya ketika memotret dari bawah, saat posisi bola bola atas atau saat si pebulutangkis melompat dengan posisi yang rendah kita bisa mendapatkan foto dengan background gelap.
Hal yang paling menyebalkan ketika memotret dari posisi bawah adalah background yang "tidak bersahabat" karena warna warni papan sponsor yang bertebaran di setiap sisi. Untungnya, hal tersebut bisa "terbayar" dengan atraksi dan ekspresi yang seringkali tak terduga.
Setelah lama tidak pernah memotret bulutangkis, justru saya banyak bisa "melihat" hal baru yang tidak akan terlihat biasanya atau mungkin tidak menarik ketika saya terus menerus memotret bulutangkis.
Secara teknis foto bulutangkis relatif lebih mudah dibandingkan cabang olahraga olimpik lainnya terutama cabang akuatik dan atletik.
Pada gelaran Indonesia Open 2013 kali ini, saya memutuskan untuk lebih banyak memotret di pinggir lapangan. Pertmbangannya adalah saya ingin lebih mempunyai foto bulutangkis dengan detil dan suasana emosi si pebulutangkis dan para penonton.
Peralatan yang saya bawa pun menjadi lebih simpel dan ringan. Dan itu juga yang menjadi alasan utama agar fleksibilitas pegerakan saya di lapangan ketika memotret tidak terlalu terganggu.
Lensa autofokus 50mm f/1.4, 16-35mm f/2.8 dan 70-200mm f/2.8 jadi "alat perang saya dalam bertarung selama 5 hari memotret turnamen tersebut.
Saya pribadi sangat nyaman dengan penggunaan lensa 50mm ketika harus memotret nomor ganda. Karena dari sisi lapangan di mana posisi fotografer hanya berjarak maksimal 1-2 meter dari atlet apabila di nomor ganda, penggunaan lensa lebar 16-35mm seringkali menyisakan ruang kosong di tengah terlalu jauh atau foto terpaksa harus di crop agar tidak menyisakan ruang kosong terlalu banyak.
Pencahayaan yang cukup baik di turnamen sekelas ini membuat saya bisa memotret dengan kecepatan cukup tinggi hingga maksimal 1/1000.
Satu lagi keuntungannya ketika memotret dari bawah, saat posisi bola bola atas atau saat si pebulutangkis melompat dengan posisi yang rendah kita bisa mendapatkan foto dengan background gelap.
Hal yang paling menyebalkan ketika memotret dari posisi bawah adalah background yang "tidak bersahabat" karena warna warni papan sponsor yang bertebaran di setiap sisi. Untungnya, hal tersebut bisa "terbayar" dengan atraksi dan ekspresi yang seringkali tak terduga.
Setelah lama tidak pernah memotret bulutangkis, justru saya banyak bisa "melihat" hal baru yang tidak akan terlihat biasanya atau mungkin tidak menarik ketika saya terus menerus memotret bulutangkis.